Pendidikan Empirisme, Nativisme Pada Pemain Timnas Sepakbola Indonesia yang menghantarkan Indonesia ke Final Piala AFF 2016
tirto.id - Indonesia berhasil memetik kemenangan 2-1 atas Thailand dalam
pertandingan leg pertama final Piala AFF 2016 di Stadion
Pakansari Bogor, Rabu (14/12/2016). Gol Indonesia diciptakan oleh
Rizki Pora pada menit 65 dan Hansamu Yama pada menit 70.
Sementara gol Thailand diciptakan Teerasil Dangda pada menit 33 babak
pertama.
Dengan keunggulan ini, Indonesia unggul agregat 2-1.
Dengan keunggulan ini, Indonesia unggul agregat 2-1.
Pemain TIMNAS memiliki kemampuan bermain sepakbola yang baik, kemampuan itu
berasal dari latihan yang rutin, lingkungan yang membuatnya berkembang serta
garis keturunan seorang pemain sepakbola dari ayahnya. Aliran pendidikan
empirisme adalah aliran dimana seseorang dapat memiliki kemampuan atau
pengetahuan baru yang berasal dari sebuah pengalaman. Andik firmansyah memiliki
kemampuan mengolah si kulit bundar yang baik di TIMNAS Indonesia berdasarkan
pengalaman-pengalamnnya di klub-klub yang pernah ia singgahi serta Andik juga sekarang
bermain untuk klub sepakbola jepang.
Berbeda dengan Andik firmansyah, Boaz salosa kapten TIMNAS Indonesia
memiliki kemampuan bermain sepakbola sejak kecil karena Ayahnya,
Christopher Solossa, juga seorang pesepak bola. Ia sempat memperkuat klub
amatir asal Sorong, Papua. Selain Boaz, ada Joice yang sempat jadi kapten Tim
Papua di PON 1996. Tapi kemudian ia memutuskan gantung sepatu dan memilih fokus
untuk bekerja. Lalu ada abang Boaz, Ortizan yang pernah jadi salah satu bek
sayap kiri top Indonesia. Ortizan sempat membela timnas Indonesia pada Piala
AFF 2004 bersama Boaz.
Dalam kasus ini Boaz salosa dapat dikatakan memiliki kemampuan
sepakbola berdasarkan aliran pendidikan Nativisme dimana memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah
membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Jadi dapat dikatakan
boaz salosa memiliki kemampuan bermain sepakbola sejak lahir karena keturunan
dari keluarga pesepakbola.
Namun, Boaz salosa pun tidak hanya mengandalkan
bakat dan keturunan seorang ayah pesepakbola, ia tetap berlatih dan mencari pengalaman
untuk tetap berkembang dan membanggakan TIMNAS Indonesia, jadi dapat dikatakan
juga Boaz salosa mengalami pendidikan Konvergensi dimana bakat atau kemampuan
sejak lahir dilatih dan dikembangkan dengan pengalaman-pengalaman yang ia dapat
dari klub dan pertandingan-pertandingan.
Semoga para pemain TIMNAS indonesia dapat
membanggakan Indonesia dengan kemampuan yang mereka miliki baik dari bakat
sejak lahir ataupun kemampuan yang mereka dapat dari pengalam dan latihan yang
rutin.